Benda cagar budaya mempunyai arti penting bagi kebudayaan bangsa, khususnya untuk memupuk kebanggaan nasional serta memperkokoh jati diri bangsa. Candi Borobudur sebagai salah satu warisan budaya yang besar, megah, dan mempunyai keunikan yang tiada duanya serta sebagai pusaka dunia telah diakui dan terdaftar dalam warisan budaya dunia (World Heritage List) Nomor 348 tanggal 13 Desember 1991, sekarang diperbarui menjadi Nomor 592 Tahun 1991 dari beberapa daftar Warisan Budaya Dunia. Buku panduan ini materinya meliputi letak administrasi, bentuk bangunan atau arsitektur, Borobudur dalam lintasan sejarah, Borobudur dalam proses pemugaran, dan upaya pelestarian yang dilakukan oleh kantor Balai Studi dan Konservasi Borobudur.
I. LETAK
Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis terletak di 70.361.2811 LS dan 1100.121.1311 BT. Lingkungan geografis Candi Borobudur dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur, Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara, dan pegunungan Menoreh di sebelah Selatan, serta terletak di antara Sungai Progo dan Elo. Candi Borobudur didirikan di atas bukit yang telah dimodifikasi, dengan ketinggian 265 dpl.
II. BENTUK BANGUNAN
· Denah Candi Borobudur ukuran panjang 121,66 meter dan lebar 121,38 meter.
· Tinggi 35,40 meter.
· Susunan bangunan berupa 9 teras berundak dan sebuah stupa induk di puncaknya. Terdiri dari 6 teras berdenah persegi dan3 teras berdenah lingkaran.
· Pembagian vertikal secara filosofis meliputi tingkat Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu.
· Pembagian vertikal secara teknis meliputi bagian bawah, tengah, dan atas.
· Terdapat tangga naik di keempat penjuru utama dengan pintu masuk utama sebelah timur dengan ber-pradaksina.
· Batu-batu Candi Borobudur berasal dari sungai di sekitar Borobudur dengan volume seluruhnya sekitar 55.000 meter persegi (kira-kira 2.000.000 potong batu)
III. RELIEF
Disamping maknanya sebagai lambang alam semesta dengan pembagian vertikal secara filosofis meliputi Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu, Candi Borobudur mengandung maksud yang amat mulia, maksud ini diamanatkan melalui relief-relief ceritanya. Candi Borobudur mempunyai 1.460 panil relief cerita yang tersusun dalam 11 deretan mengitari bangunan candi dan relief dekoratif berupa relief hias sejumlah 1.212 panil. Relief cerita pada tingkat Kamadhatu (kaki candi) mewakili dunia manusia menggambarkan perilaku manusia yang masih terikat oleh nafsu duniawi. Hal ini terlihat pada dinding kaki candi yang asli terpahatkan 160 panil relief Karmawibhangga yang menggambarkan hukum sebab akibat. Tingkat Rupadhatu (badan candi) mewakili dunia antara, menggambarkan perilaku manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi, akan tetapi masih terikat oleh suatu pengertian dunia nyata. Pada tingkatan ini dipahatkan 1.300 panil yang terdiri dari relief Lalitavistara, Jataka, Avadana, dan Gandawyuha. Berikut uraian singkat dari relief tersebut:
1. Tingkat I
· dinding atas relief Lalitavistara : 120 panil
Relief ini menggambarkan riwayat hidup Sang Buddha Gautama dimulai pada saat para dewa di surga Tushita mengabulkan permohonan Bodhisattva untuk turun ke dunia menjelma menjadi manusia bernama Buddha Gautama. Ratu Maya sebelum hamil bermimpi menerima kehadiran gajah putih dirahimnya. Di Taman Lumbini Ratu Maya melahirkan puteranya dan diberi nama pangeran Sidharta. Pada waktu lahir Sidharta sudah dapat berjalan, dan pada tujuh langkah pertamanya tumbuh bunga teratai. Setelah melahirkan Ratu Maya meninggal, dan Sidharta diasuh oleh bibinya Gautami. Setelah dewasa Sidharta kawin dengan Yasodhara yang disebut dengan dewi Gopa. Dalam suatu perjalanan Sidharta mengalami empat perjumpaan yaitu bertemu dengan pengemis tua yang buta, orang sakit, orang mati membuat Sidharta menjadi gelisah, karena orang dapat menjadi tua, menderita, sakit dan mati. Akhirnya Sidharta bertemu dengan seorang pendeta, wajah pendeta itu damai, umur tua, sakit, dan mati tidak menjadi ancaman bagi seorang pendeta. Oleh karena menurut ramalan Sidharta akan menjadi pendeta, maka ayahnya mendirikan istana yang megah untuk Sidaharta. Setelah mengalami empat perjumpaan tersebut Sidharta tidak tenteram tinggal di istana, akhirnya diam-diam meninggalkan istana. Sidharta memutuskan menjadi pendeta dengan memotong rambutnya. Pakaian istana ditinggalkan dan memakai pakaian budak yang sudah meninggal, dan bersatu dengan orang-orang miskin. Sebelum melakukan samadi Sidharta mensucikan diri di sungai Nairanjana. Sidharta senang ketika seorang tukang rumput mempersembahkan tempat duduk dari rumput usang. Di bawah pohon Bodhi pada waktu bulan purnama di bulan Waisak, Sidharta menerima pencerahan sejati, sejak itu Sidharta menjadi Buddha di kota Benares.
· Dinding bawah relief Manohara dan Avadana : 120 panil
Cerita Manohara menggambarkan cerita Sudanakumaravada yaitu kisah perkawinan pangeran Sudana dengan bidadari Manohara. Karena berjasa menyelamatkan seekor naga, seorang pemburu bernama Halaka mendapat hadiah laso dari orang tua naga. Pada suatu hari Halaka melihat bidadari mandi di kolam, dengan lasonya berhasil menjerat salah seorang bidadari tercantik bernama Manohara. Oleh karena Halaka tidak sepadan dengan Manohara, maka Manohara dipersembahkan kepada pangeran Sudana, meskipun ayah Sudana tidak setuju. Banyaknya rintangan tidak dapat menghalangi pernikahan pangeran Sudana dengan Manohara.
Cerita Awadana mengisahkan penjelmaan kembali orang-orang suci, diantaranya kisah kesetiaan raja Sipi terhadap makhluk yang lemah. Seekor burung kecil minta tolong raja Sipi agar tidak dimangsa burung elang. Sebaliknya burung elang minta raja Sipi menukar burung kecil dengan daging raja Sipi. Setelah ditimbang ternyata berat burung kecil dengan raja Sipi sama beratnya, maka raja Sipi bersedia mengorbankan diri dimangsa burung elang. Seorang pemimpin harus berani mengorbankan dirinya untuk rakyat kecil dan semua makhluk hidup.
· Langkan bawah kisah binatang) relief Jatakamala: 372 panil
langkan atas (kisah binatang) relief Jataka:128 panil
Relief ini mempunyai arti untaian cerita jataka yang mengisahkan reinkarnasi sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai seorang manusia bernama pangeran Sidharta Gautama. Kisah ini cenderung pada penjelmaan sang Buddha sebagai binatang yang berbudi luhur dengan pengorbanannya. Cerita jataka diantaranya kisah kera dan banteng. Kera yang nakal suka mengganggu banteng, namun banteng diam saja. Dewi hutan menasehati banteng untuk melawan kera, namun banteng menolak mengusir kera karena takut kera akan pergi dari hutan dan mengganggu kedamaian binatang-binatang lain. Akhirnya dewi hutan bersujud kepada banteng karena sikap banteng didalam menjaga keserasian dan kedamaian di hutan.
Kisah jataka lainnya adalah pengorbanan seekor gajah yang mempersembahkan dirinya untuk dimakan oleh para pengungsi yang kelaparan.
2. Tingkat II
· Dinding relief Gandawyuha : 128 panil
Relief ini menggambarkan kisah pertemuan seorang pedagang bernama Sudhana dengan berbagai sahabat yang baik untuk mencari kebijaksanaan. Sudana mengagumi Maitreya karena kasih sayangnya kepada semua binatang dan makhluk hidup. Akhirnya Sudana memperoleh pengetahuan kebijaksanaan dari Maitreya bahwa seluruh makhluk hidup dapat menjadi sahabat yang baik dan berguna. Berkat ajaran dari sahabatnya Sudana mendapat pencerahan hidup.
· Langkan relief Jataka/Avadana : 100 panil
Relief ini mungkin melanjutkan kehidupan Sang Buddha di masa lalu. Beberapa adegan dikenal kembali antara lain terdapat pada sudut barat laut, yaitu Bodhisattva menjelma sebagai burung merak dan tertangkap, akhirnya memberikan ajarannya.
3. Tingkat III
· Dinding relief Gandawyuha : 88 panil
Relief ini menggambarkan riwayat Bodhisattva Maitreya sebagai calon Budha yang akan datang, merupakan kelanjutan dari cerita di tingkat II.
· Langkan relief Gandawyuha : 88 panil
Relief ini menggambarkan riwayat Bodhisattva Maitreya sebagai calon Budha yang akan datang. Bodhisattva Maitreya dikenal dengan adanya stupa kecil pada mahkotanya.
4. Tingkat IV
· dinding relief Gandawyuha : 72 panil
Relief ini mungkin menggambarkan riwayat hidup seorang Bodhisattva (Samantabadra?). Kisahnya berupa sumpah Sudhanakumara untuk mengikuti Bodhisattva Samantabadra (?) sebagai teladan. Bodhisatta ini dianggap sebagai calon Buddha terakhir di masa datang.
· Langkan relief Gandawyuha : 84 panil
Relief ini menggambarkan setengah dari bagian ini memuat riwayat Bodhisattva Maitreya, sedangkan selanjutnya memuat ceita yang sampai sekarang masih belum dikenal.
IV. ARCA
· Jumlah arca : 504 buah
· Rincian letak arca :
- Pada tingkat Rupadhatu terdapat 432 arca, ukuran semakin ke atas semakin kecil dan diletakkan pada relung, dengan rincian:
Teras I : 104 arca
Teras II : 104 arca
Teras III : 88 arca
Teras IV : 72 arca
Teras V : 64 arca
- Pada tingkat Arupadhatu terdapat 72 arca dengan ukuran sama dan diletakkan di dalam stupa, dengan rincian:
Teras VI : 32 arca
Teras VII : 24 arca
Teras VIII : 16 arca
· Pada tingkat Rupadhatu ini terdapat 432 arca Dyani Buddha diletakkan di dalam relung di segala penjuru arah mata angin yaitu:
- Arca Dhyani Buddha Aksobya letak di sisi Timur dengan sikap tangan Bhumisparsamudra
- Arca Dhyani Buddha Ratnasambhawa letak sisi Selatan dengan sikap tangan Waramudra
- Arca Dhyani Buddha Amitabha letak di sisi Barat dengan sikap tangan Dyanamudra
- Arca Dhyani Buddha Amoghasidha letak di sisi Utara dengan sikap tangan Abhayamudra
- Arca Dhyani Buddha Wairocana di pagar langkan tingkat V dengan sikap Witarkamudra
- Di dalam stupa teras I, II, dan III terdapat arca Dhyani Buddha Vajrasattva dengan sikap tangan Dharmacakramudra
· Arca singa : 32 buah
Menurut agama Buddha singa adalah kendaraan sang Buddha pada waktu naik ke surga, simbol kekuatan pengusir pengaruh jahat untuk menjaga kesucian Candi Borobudur.
V. STUPA
· Jumlah stupa 73 buah dengan rincian 1 buah stupa induk, 32 stupa pada teras melingkar I, 24 stupa pada teras melingkar II, dan 16 stupa pada teras melingkar III.
· Bentuk stupa :
- Stupa induk berongga, tanpa lubang terawang
- Stupa pada teras melingkar berlubang terawang:
Lubang belah ketupat pada stupa teras melingkar I dan II
Lubang segi empat pada stupa teras melingkar III
· Arti simbolis lubang terawang belah ketupat:
Berkaitan dengan filosofi menuju ke tingkat kesempurnaan
· Arti simbolis lubang terawang segi empat:
Berkaitan dengan filosofi lebih sederhana atau “sempurna” daripada bentuk belah ketupat yang masih tergolong raya.
· Tingkat Arupadhatu merupakan gambaran dunia tanpa rupa dan bentuk lambang kesempurnaan abadi. Terdiri dari tiga stupa teras, teras I disebut nirwana, teras II disebut pari nirwana, dan teras III disebut mahaparinirwana.
VI. SEJARAH
a. Riwayat Temuan
Candi Borobudur baru muncul kembali pada tahun 1814 ketika Sir Thomas Stanford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris yang menjadi wali negara Indonesia mengadakan kegiatan di Semarang, waktu itu Raffles mendapatkan informasi bahwa di daerah Kedu telah ditemukan susunan batu bergambar, kemudian ia mengutus Cornelius seorang Belanda untuk membersihkannya. Pekerjaan ini dilanjutkan oleh Residen Kedu yang bernama Hartman pada tahun 1835. Disamping kegiatan pembersihan, ia juga mengadakan penelitian khususnya terhadap stupa puncak Candi Borobudur, namun sayang mengenai laporan penelitian ini tidak pernah terbit. Pendokumentasian berupa gambar bangunan dan relief candi dilakukan oleh Wilsen selama 4 tahun sejak tahun 1849, sedangkan dokumen foto dibuat pada tahun 1873 oleh Van Kinsbergen.
b. Borobudur Dalam Lintasan Sejarah
Menurut legenda Candi Borobudur didirikan oleh arsitek Gunadharma, namun secara historis belum diketahui secara pasti. Pendapat Casparis berdasarkan interpretasi prasasti berangka tahun 824 M dan prasasti Sri Kahulunan 842 M, pendiri Candi Borobudur adalah Smaratungga yang memerintah tahun 782-812 M pada masa dinasti Syailendra. Candi Borobudur dibangun untuk memuliakan agama Budha Mahayana. Pendapat Dumarcay Candi Borobudur didirikan dalam 5 tahap pembangunan yaitu:
· Tahap I + 780 Masehi
· Tahap II dan III + 792 Masehi
· Tahap IV + 824 Masehi
· Tahap V + 833 Masehi
3. Penamaan Candi Borobudur
Mengenai penamaannya juga terdapat beberapa pendapat diantaranya:
Raffles:
Budur yang kuno (Boro= kuno, budur= nama tempat)
Sang Budha yang agung (Boro= agung, budur= Buddha)
Budha yang banyak (Boro= banyak, budur= Buddha)
Moens:
Kota para penjunjung tinggi Sang Budha
Casparis:
Berasal dari kata sang kamulan i bhumisambharabudara, berdasarkan kutipan dari prasasti Sri Kahulunan 842 M yang artinya bangunan suci yang melambangkan kumpulan kebaikan dari kesepuluh tingkatan Bodhisattva.
Poerbatjaraka:
Biara di Budur (Budur= nama tempat/desa)
Soekmono dan Stutertheim:
Bara dan budur berarti biara di atas bukit
Menurut Soekmono fungsi Candi Borobudur sebagai tempat ziarah untuk memuliakan agama Budha aliran Mahayana dan pemujaan nenek moyang.
4. Misteri
Candi Borobudur meninggalkan misteri yang unik dan menarik. Misteri tersebut diantaranya yaitu:
·Masalah siapa pendiri dan bagaimana Candi Borobudur didirikan hingga sekarang masih merupakan misteri yang belum dapat diungkapkan dengan jelas. Di kalangan masyarakat awam yang tinggal di sekitar Candi Borobudur mempunyai kepercayaan tentang legenda tokoh Gunadharma. Menurut legenda tersebut, arsitek yang membangun Candi Borobudur adalah Gunadharma. Dikisahkan tokoh ini hidup pada zaman Syailendra. Raja memerintahkan kepada Gunadharma untuk membangun sebuah bangunan suci yang besar dan megah. Dengan segala kemampuan yang dimilikinya Gunadharma melaksanakan perintah raja. Selama bertahun-tahun dia bekerja keras melaksanakan pembangunan candi tersebut. Akhirnya sebuah candi yang besar dan megah berhasil didirikan. Setelah Gunadharma berhasil menyelesaikan pekerjaannya, dia merasa sangat penat dan lelah, kemudian dia berjalan ke arah selatan. Gunadharma menaiki bukit Menoreh dan ketika sampai di puncak bukit dia merebahkan dirinya untuk beristirahat dan akhirnya tertidur untuk selama-lamanya di bukit tersebut. Menurut legenda deretan bukit dalam rangkaian pegunungan Menoreh di arah selatan Candi Borobudur memang memberikan kesan profil seorang tokoh yang sedang berbaring, merupakan bentuk abadi tokoh Gunadharma yang sedang beristirahat.
· Tidak kalah menariknya dari Gunadharma yaitu kepercayaan masyarakat terhadap arca Budha di dalam stupa teras Arupadhatu, pada teras melingkar tingkat I sisi Timur. Arca yang berada di dalam stupa lubang belah ketupat tersebut terkenal dengan nama arca Kunto Bimo. Siapa saja yang dapat menyentuh jari manis untuk pengunjung laki-laki dan tumit untuk pengunjung perempuan, maka segala keinginannya dapat terkabul.
·Misteri yang sekarang menjadi tenar di masyarakat yaitu arca Unfinish Budha di Museum Karmawibhangga yang lebih terkenal dengan nama Kyai Belet. Oleh penganut agama Budha arca tersebut dianggap sebagai Budha Tertinggi yang dahulunya berada di stupa induk. Banyak umat Budha yang melakukan sesaji dan berdoa di sana. Bahkan belum lama ini pernah diselenggarakan doa bersama tokoh paranormal dari semua agama untuk kepentingan keselamatan bangsa.
· Misteri yang menarik juga yaitu adanya anggapan bahwa dahulunya puncak Candi Borobudur terdapat chattra atau payung. Chattra tersebut sekarang berada di Museum Karmawibhangga. Chattra yang sekarang berada di Museum Karmawibhangga merupakan hasil rekonstruksi Van Erp, namun chattra yang bisa dilihat sekarang berbeda dengan hasil rekonstruksi Van Erp dahulu, karena terdapat batu-batu yang sudah hilang. Oleh Van Erp dahulunya ditambah lagi susunan ornamen sebanyak 9 tingkat. Namun oleh beberapa ahli arkeologi keberadaan chattra tersebut diragukan.
5. Borobudur Dalam Pelestarian
Upaya pemugaran Candi Borobudur dilakukan sebanyak dua kali yaitu pertama dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda dibawah pimpinan Van Erp dan yang kedua dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang diketuai oleh Soekmono (alm).
· Pemugaran I tahun 1907 – 1911
Pemugaran I sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah Hindia Belanda. Sasaran pemugaran lebih banyak ditujukan pada bagian puncak candi yaitu tiga teras bundar dan stupa pusatnya. Namun oleh karena beberapa batunya tidak diketemukan kembali, bagian puncak (catra) stupa, tidak bisa dipasang kembali. Pemugaran bagian bawahnya lebih bersifat tambal sulam seperti perbaikan/pemerataan lorong, perbaikan dinding dan langkan tanpa pembongkaran sehingga masih terlihat miring. Usaha-usaha konservasi telah dilakukan sejak pemugaran pertama oleh pemerintah Hindia Belanda dengan terus menerus mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap Candi Borobudur, sementara proses kerusakan dan pelapukan batu-batu Candi Borobudur yang disebabkan oleh berbagai faktor terus berlangsung. Dan hasil penelitian yang diadakan oleh suatu panitia yang dibentuk dalam tahun 1924 diketahui bahwa sebab-sebab kerusakan itu ada 3 macam, yaitu korosi, kerja mekanis dan kekuatan tekanan dan tegangan di dalam batu-batu itu sendiri (O.V. 1930 : 120-132).
· Pemugaran II tahun 1973 – 1983
Sesudah usaha pemugaran Van Erp berhasil diselesaikan pada tahun 1911, pemeliharaan terhadap Candi Borobudur terus dilakukan. Berdasarkan perbandingan antara kondisi saat itu dengan foto-foto yang dibuat Van Erp 10 tahun sebelumnya, diketahui ternyata proses kerusakan pada Candi Borobudur terus terjadi dan semakin parah, terutama pada dinding relief batu-batunya rusak akibat pengaruh iklim. Selain itu bangunan candinya juga terancam oleh kerusakan. Dengan masuknya Indonesia menjadi anggota PBB, maka secara otomatis Indonesia menjadi anggota UNESCO. Melalui lembaga UNECO tersebut, Indonesia mulai mengimbau kepada dunia internasional untuk ikut menyelamatkan bangunan yang sangat bersejarah tersebut. Usaha tersebut berhasil, dengan dana dari Pelita dan dana UNESCO, pada tahun 1975 mulailah dilakukan pemugaran secara total. Oleh karena pada tingkat Arupadhatu keadaannya masih baik, maka hanya tingkat bawahnya saja yang dibongkar. Dalam pembongkaran tersebut ada tiga macam pekerjaan, yaitu tekno arkeologi yang terdiri atas pembongkaran seluruh bagian Rupadhatu, yaitu empat tingkat segi empat di atas kaki candi, pekerjaan teknik sipil yaitu pemasangan pondasi beton bertulang untuk mendukung Candi Borobudur untuk setiap tingkatnya dengan diberi saluran air dan lapisan kedap air di dalam konstruksinya, dan pekerjaan kemiko arkeologis yaitu pembersihan dan pengawetan batu-batunya, dan akhirnya penyusunan kembali batu-batu yang sudah bersih dari jasad renik (lumut, cendawan, dan mikroorganisme lainnya) ke bentuk semula.
· Monitoring
Candi Borobudur setelah selesai dipugar tidak berarti selesai sudah perawatan terhadap candi tersebut. Tidak ada jaminan kalau Candi Borobudur terbebas dari proses kerusakan dan pelapukan. Oleh karena itu kantor Balai Studi dan Konservasi Borobudur selalu melakukan monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan. Misalnya monitoring melalui kegiatan pemeliharaan batu candi, monitoring stabilitas candi dan bukit. monotoring geohydrologi, monitoring mengenai dampak lingkungan, monitoring pemanfaatan dan pengaman dan lain-lain.
6. Borobudur Dalam Perlindungan
Usaha perlindungan dilakukan dengan membuat mintakat (zoning) pada situs Candi Borobudur yaitu:
· Zone I Area suci, untuk perlindungan monumen dan lingkungan arkeologis (radius 200 m)
· Zone II Zona taman wisata arkeologi, untuk menyediakan fasilitas taman dan perlindungan lingkungan sejarah (radius 500 m)
· Zone III Zona penggunaan tanah dengan aturan khusus, untuk mengontrol pengembangan daerah di sekitar taman wisata (radius 2 km)
· Zone IV Zona Perlindungan daerah bersejarah, untuk perawatan dan pencegahan kerusakan daerah sejarah (radius 5 km)
· Zone V Zona taman arkeologi nasional, untuk survei arkeologi pada daerah yang luas dan pencegahan kerusakan monumen yang masih terpendam (radius 10 km)
Zona I dan zona II dimiliki oleh pemerintah. Zona I dikelola oleh Balai Studi dan Konservasi Borobudur, zona II dikelola oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko. Pada zona II juga tersedia fasilitas turis : parkir mobil, loket tiket, pusat informasi, museum, kios-kios, dan lain-lain. Zona III, IV, dan V dimiliki oleh masyarakat, tetapi pemanfaatannya dikontrol oleh pemerintah daerah.
I. LETAK
Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis terletak di 70.361.2811 LS dan 1100.121.1311 BT. Lingkungan geografis Candi Borobudur dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur, Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara, dan pegunungan Menoreh di sebelah Selatan, serta terletak di antara Sungai Progo dan Elo. Candi Borobudur didirikan di atas bukit yang telah dimodifikasi, dengan ketinggian 265 dpl.
II. BENTUK BANGUNAN
· Denah Candi Borobudur ukuran panjang 121,66 meter dan lebar 121,38 meter.
· Tinggi 35,40 meter.
· Susunan bangunan berupa 9 teras berundak dan sebuah stupa induk di puncaknya. Terdiri dari 6 teras berdenah persegi dan3 teras berdenah lingkaran.
· Pembagian vertikal secara filosofis meliputi tingkat Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu.
· Pembagian vertikal secara teknis meliputi bagian bawah, tengah, dan atas.
· Terdapat tangga naik di keempat penjuru utama dengan pintu masuk utama sebelah timur dengan ber-pradaksina.
· Batu-batu Candi Borobudur berasal dari sungai di sekitar Borobudur dengan volume seluruhnya sekitar 55.000 meter persegi (kira-kira 2.000.000 potong batu)
III. RELIEF
Disamping maknanya sebagai lambang alam semesta dengan pembagian vertikal secara filosofis meliputi Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu, Candi Borobudur mengandung maksud yang amat mulia, maksud ini diamanatkan melalui relief-relief ceritanya. Candi Borobudur mempunyai 1.460 panil relief cerita yang tersusun dalam 11 deretan mengitari bangunan candi dan relief dekoratif berupa relief hias sejumlah 1.212 panil. Relief cerita pada tingkat Kamadhatu (kaki candi) mewakili dunia manusia menggambarkan perilaku manusia yang masih terikat oleh nafsu duniawi. Hal ini terlihat pada dinding kaki candi yang asli terpahatkan 160 panil relief Karmawibhangga yang menggambarkan hukum sebab akibat. Tingkat Rupadhatu (badan candi) mewakili dunia antara, menggambarkan perilaku manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi, akan tetapi masih terikat oleh suatu pengertian dunia nyata. Pada tingkatan ini dipahatkan 1.300 panil yang terdiri dari relief Lalitavistara, Jataka, Avadana, dan Gandawyuha. Berikut uraian singkat dari relief tersebut:
1. Tingkat I
· dinding atas relief Lalitavistara : 120 panil
Relief ini menggambarkan riwayat hidup Sang Buddha Gautama dimulai pada saat para dewa di surga Tushita mengabulkan permohonan Bodhisattva untuk turun ke dunia menjelma menjadi manusia bernama Buddha Gautama. Ratu Maya sebelum hamil bermimpi menerima kehadiran gajah putih dirahimnya. Di Taman Lumbini Ratu Maya melahirkan puteranya dan diberi nama pangeran Sidharta. Pada waktu lahir Sidharta sudah dapat berjalan, dan pada tujuh langkah pertamanya tumbuh bunga teratai. Setelah melahirkan Ratu Maya meninggal, dan Sidharta diasuh oleh bibinya Gautami. Setelah dewasa Sidharta kawin dengan Yasodhara yang disebut dengan dewi Gopa. Dalam suatu perjalanan Sidharta mengalami empat perjumpaan yaitu bertemu dengan pengemis tua yang buta, orang sakit, orang mati membuat Sidharta menjadi gelisah, karena orang dapat menjadi tua, menderita, sakit dan mati. Akhirnya Sidharta bertemu dengan seorang pendeta, wajah pendeta itu damai, umur tua, sakit, dan mati tidak menjadi ancaman bagi seorang pendeta. Oleh karena menurut ramalan Sidharta akan menjadi pendeta, maka ayahnya mendirikan istana yang megah untuk Sidaharta. Setelah mengalami empat perjumpaan tersebut Sidharta tidak tenteram tinggal di istana, akhirnya diam-diam meninggalkan istana. Sidharta memutuskan menjadi pendeta dengan memotong rambutnya. Pakaian istana ditinggalkan dan memakai pakaian budak yang sudah meninggal, dan bersatu dengan orang-orang miskin. Sebelum melakukan samadi Sidharta mensucikan diri di sungai Nairanjana. Sidharta senang ketika seorang tukang rumput mempersembahkan tempat duduk dari rumput usang. Di bawah pohon Bodhi pada waktu bulan purnama di bulan Waisak, Sidharta menerima pencerahan sejati, sejak itu Sidharta menjadi Buddha di kota Benares.
· Dinding bawah relief Manohara dan Avadana : 120 panil
Cerita Manohara menggambarkan cerita Sudanakumaravada yaitu kisah perkawinan pangeran Sudana dengan bidadari Manohara. Karena berjasa menyelamatkan seekor naga, seorang pemburu bernama Halaka mendapat hadiah laso dari orang tua naga. Pada suatu hari Halaka melihat bidadari mandi di kolam, dengan lasonya berhasil menjerat salah seorang bidadari tercantik bernama Manohara. Oleh karena Halaka tidak sepadan dengan Manohara, maka Manohara dipersembahkan kepada pangeran Sudana, meskipun ayah Sudana tidak setuju. Banyaknya rintangan tidak dapat menghalangi pernikahan pangeran Sudana dengan Manohara.
Cerita Awadana mengisahkan penjelmaan kembali orang-orang suci, diantaranya kisah kesetiaan raja Sipi terhadap makhluk yang lemah. Seekor burung kecil minta tolong raja Sipi agar tidak dimangsa burung elang. Sebaliknya burung elang minta raja Sipi menukar burung kecil dengan daging raja Sipi. Setelah ditimbang ternyata berat burung kecil dengan raja Sipi sama beratnya, maka raja Sipi bersedia mengorbankan diri dimangsa burung elang. Seorang pemimpin harus berani mengorbankan dirinya untuk rakyat kecil dan semua makhluk hidup.
· Langkan bawah kisah binatang) relief Jatakamala: 372 panil
langkan atas (kisah binatang) relief Jataka:128 panil
Relief ini mempunyai arti untaian cerita jataka yang mengisahkan reinkarnasi sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai seorang manusia bernama pangeran Sidharta Gautama. Kisah ini cenderung pada penjelmaan sang Buddha sebagai binatang yang berbudi luhur dengan pengorbanannya. Cerita jataka diantaranya kisah kera dan banteng. Kera yang nakal suka mengganggu banteng, namun banteng diam saja. Dewi hutan menasehati banteng untuk melawan kera, namun banteng menolak mengusir kera karena takut kera akan pergi dari hutan dan mengganggu kedamaian binatang-binatang lain. Akhirnya dewi hutan bersujud kepada banteng karena sikap banteng didalam menjaga keserasian dan kedamaian di hutan.
Kisah jataka lainnya adalah pengorbanan seekor gajah yang mempersembahkan dirinya untuk dimakan oleh para pengungsi yang kelaparan.
2. Tingkat II
· Dinding relief Gandawyuha : 128 panil
Relief ini menggambarkan kisah pertemuan seorang pedagang bernama Sudhana dengan berbagai sahabat yang baik untuk mencari kebijaksanaan. Sudana mengagumi Maitreya karena kasih sayangnya kepada semua binatang dan makhluk hidup. Akhirnya Sudana memperoleh pengetahuan kebijaksanaan dari Maitreya bahwa seluruh makhluk hidup dapat menjadi sahabat yang baik dan berguna. Berkat ajaran dari sahabatnya Sudana mendapat pencerahan hidup.
· Langkan relief Jataka/Avadana : 100 panil
Relief ini mungkin melanjutkan kehidupan Sang Buddha di masa lalu. Beberapa adegan dikenal kembali antara lain terdapat pada sudut barat laut, yaitu Bodhisattva menjelma sebagai burung merak dan tertangkap, akhirnya memberikan ajarannya.
3. Tingkat III
· Dinding relief Gandawyuha : 88 panil
Relief ini menggambarkan riwayat Bodhisattva Maitreya sebagai calon Budha yang akan datang, merupakan kelanjutan dari cerita di tingkat II.
· Langkan relief Gandawyuha : 88 panil
Relief ini menggambarkan riwayat Bodhisattva Maitreya sebagai calon Budha yang akan datang. Bodhisattva Maitreya dikenal dengan adanya stupa kecil pada mahkotanya.
4. Tingkat IV
· dinding relief Gandawyuha : 72 panil
Relief ini mungkin menggambarkan riwayat hidup seorang Bodhisattva (Samantabadra?). Kisahnya berupa sumpah Sudhanakumara untuk mengikuti Bodhisattva Samantabadra (?) sebagai teladan. Bodhisatta ini dianggap sebagai calon Buddha terakhir di masa datang.
· Langkan relief Gandawyuha : 84 panil
Relief ini menggambarkan setengah dari bagian ini memuat riwayat Bodhisattva Maitreya, sedangkan selanjutnya memuat ceita yang sampai sekarang masih belum dikenal.
IV. ARCA
· Jumlah arca : 504 buah
· Rincian letak arca :
- Pada tingkat Rupadhatu terdapat 432 arca, ukuran semakin ke atas semakin kecil dan diletakkan pada relung, dengan rincian:
Teras I : 104 arca
Teras II : 104 arca
Teras III : 88 arca
Teras IV : 72 arca
Teras V : 64 arca
- Pada tingkat Arupadhatu terdapat 72 arca dengan ukuran sama dan diletakkan di dalam stupa, dengan rincian:
Teras VI : 32 arca
Teras VII : 24 arca
Teras VIII : 16 arca
· Pada tingkat Rupadhatu ini terdapat 432 arca Dyani Buddha diletakkan di dalam relung di segala penjuru arah mata angin yaitu:
- Arca Dhyani Buddha Aksobya letak di sisi Timur dengan sikap tangan Bhumisparsamudra
- Arca Dhyani Buddha Ratnasambhawa letak sisi Selatan dengan sikap tangan Waramudra
- Arca Dhyani Buddha Amitabha letak di sisi Barat dengan sikap tangan Dyanamudra
- Arca Dhyani Buddha Amoghasidha letak di sisi Utara dengan sikap tangan Abhayamudra
- Arca Dhyani Buddha Wairocana di pagar langkan tingkat V dengan sikap Witarkamudra
- Di dalam stupa teras I, II, dan III terdapat arca Dhyani Buddha Vajrasattva dengan sikap tangan Dharmacakramudra
· Arca singa : 32 buah
Menurut agama Buddha singa adalah kendaraan sang Buddha pada waktu naik ke surga, simbol kekuatan pengusir pengaruh jahat untuk menjaga kesucian Candi Borobudur.
V. STUPA
· Jumlah stupa 73 buah dengan rincian 1 buah stupa induk, 32 stupa pada teras melingkar I, 24 stupa pada teras melingkar II, dan 16 stupa pada teras melingkar III.
· Bentuk stupa :
- Stupa induk berongga, tanpa lubang terawang
- Stupa pada teras melingkar berlubang terawang:
Lubang belah ketupat pada stupa teras melingkar I dan II
Lubang segi empat pada stupa teras melingkar III
· Arti simbolis lubang terawang belah ketupat:
Berkaitan dengan filosofi menuju ke tingkat kesempurnaan
· Arti simbolis lubang terawang segi empat:
Berkaitan dengan filosofi lebih sederhana atau “sempurna” daripada bentuk belah ketupat yang masih tergolong raya.
· Tingkat Arupadhatu merupakan gambaran dunia tanpa rupa dan bentuk lambang kesempurnaan abadi. Terdiri dari tiga stupa teras, teras I disebut nirwana, teras II disebut pari nirwana, dan teras III disebut mahaparinirwana.
VI. SEJARAH
a. Riwayat Temuan
Candi Borobudur baru muncul kembali pada tahun 1814 ketika Sir Thomas Stanford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris yang menjadi wali negara Indonesia mengadakan kegiatan di Semarang, waktu itu Raffles mendapatkan informasi bahwa di daerah Kedu telah ditemukan susunan batu bergambar, kemudian ia mengutus Cornelius seorang Belanda untuk membersihkannya. Pekerjaan ini dilanjutkan oleh Residen Kedu yang bernama Hartman pada tahun 1835. Disamping kegiatan pembersihan, ia juga mengadakan penelitian khususnya terhadap stupa puncak Candi Borobudur, namun sayang mengenai laporan penelitian ini tidak pernah terbit. Pendokumentasian berupa gambar bangunan dan relief candi dilakukan oleh Wilsen selama 4 tahun sejak tahun 1849, sedangkan dokumen foto dibuat pada tahun 1873 oleh Van Kinsbergen.
b. Borobudur Dalam Lintasan Sejarah
Menurut legenda Candi Borobudur didirikan oleh arsitek Gunadharma, namun secara historis belum diketahui secara pasti. Pendapat Casparis berdasarkan interpretasi prasasti berangka tahun 824 M dan prasasti Sri Kahulunan 842 M, pendiri Candi Borobudur adalah Smaratungga yang memerintah tahun 782-812 M pada masa dinasti Syailendra. Candi Borobudur dibangun untuk memuliakan agama Budha Mahayana. Pendapat Dumarcay Candi Borobudur didirikan dalam 5 tahap pembangunan yaitu:
· Tahap I + 780 Masehi
· Tahap II dan III + 792 Masehi
· Tahap IV + 824 Masehi
· Tahap V + 833 Masehi
3. Penamaan Candi Borobudur
Mengenai penamaannya juga terdapat beberapa pendapat diantaranya:
Raffles:
Budur yang kuno (Boro= kuno, budur= nama tempat)
Sang Budha yang agung (Boro= agung, budur= Buddha)
Budha yang banyak (Boro= banyak, budur= Buddha)
Moens:
Kota para penjunjung tinggi Sang Budha
Casparis:
Berasal dari kata sang kamulan i bhumisambharabudara, berdasarkan kutipan dari prasasti Sri Kahulunan 842 M yang artinya bangunan suci yang melambangkan kumpulan kebaikan dari kesepuluh tingkatan Bodhisattva.
Poerbatjaraka:
Biara di Budur (Budur= nama tempat/desa)
Soekmono dan Stutertheim:
Bara dan budur berarti biara di atas bukit
Menurut Soekmono fungsi Candi Borobudur sebagai tempat ziarah untuk memuliakan agama Budha aliran Mahayana dan pemujaan nenek moyang.
4. Misteri
Candi Borobudur meninggalkan misteri yang unik dan menarik. Misteri tersebut diantaranya yaitu:
·Masalah siapa pendiri dan bagaimana Candi Borobudur didirikan hingga sekarang masih merupakan misteri yang belum dapat diungkapkan dengan jelas. Di kalangan masyarakat awam yang tinggal di sekitar Candi Borobudur mempunyai kepercayaan tentang legenda tokoh Gunadharma. Menurut legenda tersebut, arsitek yang membangun Candi Borobudur adalah Gunadharma. Dikisahkan tokoh ini hidup pada zaman Syailendra. Raja memerintahkan kepada Gunadharma untuk membangun sebuah bangunan suci yang besar dan megah. Dengan segala kemampuan yang dimilikinya Gunadharma melaksanakan perintah raja. Selama bertahun-tahun dia bekerja keras melaksanakan pembangunan candi tersebut. Akhirnya sebuah candi yang besar dan megah berhasil didirikan. Setelah Gunadharma berhasil menyelesaikan pekerjaannya, dia merasa sangat penat dan lelah, kemudian dia berjalan ke arah selatan. Gunadharma menaiki bukit Menoreh dan ketika sampai di puncak bukit dia merebahkan dirinya untuk beristirahat dan akhirnya tertidur untuk selama-lamanya di bukit tersebut. Menurut legenda deretan bukit dalam rangkaian pegunungan Menoreh di arah selatan Candi Borobudur memang memberikan kesan profil seorang tokoh yang sedang berbaring, merupakan bentuk abadi tokoh Gunadharma yang sedang beristirahat.
· Tidak kalah menariknya dari Gunadharma yaitu kepercayaan masyarakat terhadap arca Budha di dalam stupa teras Arupadhatu, pada teras melingkar tingkat I sisi Timur. Arca yang berada di dalam stupa lubang belah ketupat tersebut terkenal dengan nama arca Kunto Bimo. Siapa saja yang dapat menyentuh jari manis untuk pengunjung laki-laki dan tumit untuk pengunjung perempuan, maka segala keinginannya dapat terkabul.
·Misteri yang sekarang menjadi tenar di masyarakat yaitu arca Unfinish Budha di Museum Karmawibhangga yang lebih terkenal dengan nama Kyai Belet. Oleh penganut agama Budha arca tersebut dianggap sebagai Budha Tertinggi yang dahulunya berada di stupa induk. Banyak umat Budha yang melakukan sesaji dan berdoa di sana. Bahkan belum lama ini pernah diselenggarakan doa bersama tokoh paranormal dari semua agama untuk kepentingan keselamatan bangsa.
· Misteri yang menarik juga yaitu adanya anggapan bahwa dahulunya puncak Candi Borobudur terdapat chattra atau payung. Chattra tersebut sekarang berada di Museum Karmawibhangga. Chattra yang sekarang berada di Museum Karmawibhangga merupakan hasil rekonstruksi Van Erp, namun chattra yang bisa dilihat sekarang berbeda dengan hasil rekonstruksi Van Erp dahulu, karena terdapat batu-batu yang sudah hilang. Oleh Van Erp dahulunya ditambah lagi susunan ornamen sebanyak 9 tingkat. Namun oleh beberapa ahli arkeologi keberadaan chattra tersebut diragukan.
5. Borobudur Dalam Pelestarian
Upaya pemugaran Candi Borobudur dilakukan sebanyak dua kali yaitu pertama dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda dibawah pimpinan Van Erp dan yang kedua dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang diketuai oleh Soekmono (alm).
· Pemugaran I tahun 1907 – 1911
Pemugaran I sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah Hindia Belanda. Sasaran pemugaran lebih banyak ditujukan pada bagian puncak candi yaitu tiga teras bundar dan stupa pusatnya. Namun oleh karena beberapa batunya tidak diketemukan kembali, bagian puncak (catra) stupa, tidak bisa dipasang kembali. Pemugaran bagian bawahnya lebih bersifat tambal sulam seperti perbaikan/pemerataan lorong, perbaikan dinding dan langkan tanpa pembongkaran sehingga masih terlihat miring. Usaha-usaha konservasi telah dilakukan sejak pemugaran pertama oleh pemerintah Hindia Belanda dengan terus menerus mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap Candi Borobudur, sementara proses kerusakan dan pelapukan batu-batu Candi Borobudur yang disebabkan oleh berbagai faktor terus berlangsung. Dan hasil penelitian yang diadakan oleh suatu panitia yang dibentuk dalam tahun 1924 diketahui bahwa sebab-sebab kerusakan itu ada 3 macam, yaitu korosi, kerja mekanis dan kekuatan tekanan dan tegangan di dalam batu-batu itu sendiri (O.V. 1930 : 120-132).
· Pemugaran II tahun 1973 – 1983
Sesudah usaha pemugaran Van Erp berhasil diselesaikan pada tahun 1911, pemeliharaan terhadap Candi Borobudur terus dilakukan. Berdasarkan perbandingan antara kondisi saat itu dengan foto-foto yang dibuat Van Erp 10 tahun sebelumnya, diketahui ternyata proses kerusakan pada Candi Borobudur terus terjadi dan semakin parah, terutama pada dinding relief batu-batunya rusak akibat pengaruh iklim. Selain itu bangunan candinya juga terancam oleh kerusakan. Dengan masuknya Indonesia menjadi anggota PBB, maka secara otomatis Indonesia menjadi anggota UNESCO. Melalui lembaga UNECO tersebut, Indonesia mulai mengimbau kepada dunia internasional untuk ikut menyelamatkan bangunan yang sangat bersejarah tersebut. Usaha tersebut berhasil, dengan dana dari Pelita dan dana UNESCO, pada tahun 1975 mulailah dilakukan pemugaran secara total. Oleh karena pada tingkat Arupadhatu keadaannya masih baik, maka hanya tingkat bawahnya saja yang dibongkar. Dalam pembongkaran tersebut ada tiga macam pekerjaan, yaitu tekno arkeologi yang terdiri atas pembongkaran seluruh bagian Rupadhatu, yaitu empat tingkat segi empat di atas kaki candi, pekerjaan teknik sipil yaitu pemasangan pondasi beton bertulang untuk mendukung Candi Borobudur untuk setiap tingkatnya dengan diberi saluran air dan lapisan kedap air di dalam konstruksinya, dan pekerjaan kemiko arkeologis yaitu pembersihan dan pengawetan batu-batunya, dan akhirnya penyusunan kembali batu-batu yang sudah bersih dari jasad renik (lumut, cendawan, dan mikroorganisme lainnya) ke bentuk semula.
· Monitoring
Candi Borobudur setelah selesai dipugar tidak berarti selesai sudah perawatan terhadap candi tersebut. Tidak ada jaminan kalau Candi Borobudur terbebas dari proses kerusakan dan pelapukan. Oleh karena itu kantor Balai Studi dan Konservasi Borobudur selalu melakukan monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan. Misalnya monitoring melalui kegiatan pemeliharaan batu candi, monitoring stabilitas candi dan bukit. monotoring geohydrologi, monitoring mengenai dampak lingkungan, monitoring pemanfaatan dan pengaman dan lain-lain.
6. Borobudur Dalam Perlindungan
Usaha perlindungan dilakukan dengan membuat mintakat (zoning) pada situs Candi Borobudur yaitu:
· Zone I Area suci, untuk perlindungan monumen dan lingkungan arkeologis (radius 200 m)
· Zone II Zona taman wisata arkeologi, untuk menyediakan fasilitas taman dan perlindungan lingkungan sejarah (radius 500 m)
· Zone III Zona penggunaan tanah dengan aturan khusus, untuk mengontrol pengembangan daerah di sekitar taman wisata (radius 2 km)
· Zone IV Zona Perlindungan daerah bersejarah, untuk perawatan dan pencegahan kerusakan daerah sejarah (radius 5 km)
· Zone V Zona taman arkeologi nasional, untuk survei arkeologi pada daerah yang luas dan pencegahan kerusakan monumen yang masih terpendam (radius 10 km)
Zona I dan zona II dimiliki oleh pemerintah. Zona I dikelola oleh Balai Studi dan Konservasi Borobudur, zona II dikelola oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko. Pada zona II juga tersedia fasilitas turis : parkir mobil, loket tiket, pusat informasi, museum, kios-kios, dan lain-lain. Zona III, IV, dan V dimiliki oleh masyarakat, tetapi pemanfaatannya dikontrol oleh pemerintah daerah.